Oleh: Daud Awipode Agapa
PEMILIHAN kepala daerah secara langsung baik untuk Kabupaten/Kota maupun Provinsi diPapua saat ini akan memasuki episode
baru. Di mana dalam pelaksanaannya akan dilaksanakan secara bersamaan waktunya.
Sehingga pilkada yang dilaksanakan di kabupaten/Kota dan Provinsi minus
Provinsi Papua yang memiliki kekhususan tersendiri akan dapat dilaksanakan
secara serentak.
Secara berkala dalam tiga gelombang pelaksanaan pilkada serentak
akan dilaksanakan pada tahun 2015/2016 dan tahun 2017. Sehingga, tentu saja
hanya di tahun 2017 di Papua tidak terjadi hiruk pikuk pesta demokrasi.
Pasalnya, di Tahun 2019 kembali memasuki Tahun pemilu karena
memasuki agenda restrukturisasi politik nasional, dalam kontek demokrasi
prosedural yaitu pemilihan presiden dan lembaga legislatif serta eksekutif.
Di tahun 2017 ini sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh
Kementerian dalam Negeri, pelaksanaan pilkada serentak akan dilaksanakan di 269
Kab/Kota dan provinsi, termasuk juga di Papua akan ada delapan
kabupaten/kota yang menyelenggarakan pilkada serentak, sesungguhnya awalnya
hanya lima kabupaten/kota, namun demikian dengan adanya ketentuan bahwa
kabupaten/kota yang akan pilkada di semester awal di tahun 2016 ditarik ke
tahun 2017, maka pilkada serentak akan dilaksanakan delapan kabupaten/Kota di papua.
Persiapan pelaksanaan pilkada serentak sudah dilaksanakan olek
penyelenggara pemilu yaitu KPU dan KPUD. Segala macam regulasi telah disiapkan
untuk mengawal proses pilkada serentak tersebut agar bisa berjalan dengan
demokratis, sebagai derivasi dari Undang-undang tentang pemerintahan daerah dan
Pilkada.
Ada beberapa hal menarik yang menjadi perhatian publik terkait
norma baru menyangkut pelaksanaan pilkada di Indonesia, yaitu; pertama, bahwa
dalam hal menjaga supaya tidak menciptakan dinasti dalam pemerintahan daerah,
maka kepala daerah yang sudah dua periode menjabat adanya ketentuan larangan
yaitu istri, anak, keponakan dan hubungan darah/garis keturunan lainnya dalam
mencalonkan menjadi kepala daerah.
Kedua, dalam menentukan pemenang dihapusnya ketentuan putaran
kedua, ketiga, adanya syarat prosentase selisih hasil penghitungan suara
dalam pengajuan pereslisuhan hasil pemilihan umum (PHPU),keempat, penghapusan
rekapitulasi suara di tingkat Panitia Pemunutan Suara (PPS), kelima,
Pengusungan pasangan calon harus disertai surat persetujuan dari pimpinan
Parpol tingkat pusat.
Meskipun menuai perdebatan terhadap norma baru tersebut terutama
mengenai pembatasan tentang keluarga petahana dan ambang batas minimal dalam
mengajukan PHPU ke MK, namun demikian sebagai evaluasi dari pelaksanaan pilkada
secara langsung yang sudah terselenggara sejak tahun 2005 sampai sekarang hal
demikian dari perspektif konsolidasi demokrasi memberikan angin segar yang
positif bagi demokrasi indonesia kedepan.
Sehingga, secara umum dalam kontek regulasi dan penyelenggara
pemilu pelaksanaan pilkada secara serentak sesungguhnya sudah bisa
dilaksanakan.
Bahkan, untuk saat ini berdasarkan tahapan, program dan jadwal
pilkada sudah memasuki penelitian administrasi dan faktual di tingkat
desa/kelurahan terhadap berkas dukungan yang diajukan calon kepala daerah/calon
wakil kepala daerah dari jalur perseorangan.
Berdsarakan data KPU ada 174 calon kepala/wakil kepala daerah
dari jalur perseoarngan yang tersebar di 139 baik di Provinsi dan
kabupaten/Kota. (madoudanews, 24/6/17). Sementara itu untuk pendaftaran Calon
kepala/wakil Kepala daerah dari Partai Politik akan memasuki masa pendaftaran
pada tanggal 26-28 juli 2016.
Namun, demikian penyelenggaraan di awal pelaksanaan pilkada
serentak bukannya tanpa hambatan agar pilkada supaya bisa berjaan di tahun 2017 sebagaimana yang sudah disepakati bersama antara Pemerintah, DPR dan KPU.
Pelaksanaan pilkada yang kurang lebih enam bulan lagi masih ada
beberapa daerah yang secara tekhnis yang belum menandatangani naskah perjanjian
hibah daerah (NPHD) terkait anggaran pengawasan sebagaimana disampaikan oleh
menteri Dalam Negeri.
Selain itu audit BPK RI terhadap anggaran KPU dan KPUD seluruh
Indonesia juga masih menjadi persoalan yang dimunculkan oleh lembaga DPR RI,
intinya adalah supaya KPU dan KPUD seluruh Indoenisa menyelesaikan persoalan
tersebut dan ekses dari persoalan tersebut kemudian diminta kepada KPU supaya
pelaksanaan pilkada serentak di tahun 2017 ini bisa ditunda. Meskipun,
sesungguhnya audit BPK tersebut tidak mempunyai korelasi dengan penyelenggaraan
pilkada.
Hal lain yang menjadi persoalan pilkada serentak tahun 2017 ini
adalah adanya konflik internal Partai Politik.
Sebagaimana diketahui ada dua partai politik yang sampai saat
ini mempunyai persolan internal yaitu Partai Golkar dan PPP, bahkan kalau saja
sampai batas akhir pendaftraan calon kepala kepala daerah menurut tahapan
pilkda, sementara konflik intenal kedua parpol tersebut belum berakhir maka
dipastikan mereka tidak bisa mengajukan calon Kepala/Wakil Kepala Daerah.
Melihat problematika pilkada seperti di atas nampaknya memang
penyelenggraan pilkada tahun ini akan menemui dinamika dan perlu dicarikan
jalan keluarnya sehingga tidak mengganggu tahapan pilkada selanjutnya.
Sehingga, peta masalah yang ada dapat diselesaikan. persoalan tentang NPHD
terkait pengawasan cepat atau lambat dapat diselesaikan dengan pemerintah daerah
yang akan menyelenggarakan pilkada dan persoalan audit BPK, dapat diselesaikan
melalui mekanisme yang ada dan sesuai hukum positif.
Menyangkut konflik internal partai politik, jalan islah juga
sedang diupayakan oleh kedua Parpol tersebut, sehingga kita semua berharap
mereka bisa mengikuti pilkada serentak yang baru dilaksanakan di Indonesia.
Mencermati secara utuh baik dalam kontek internal penyelenggara
pilkada maupun kedewasaan berpolitik masyarakat Indonesia dalam melihat
kebutuhan pentingnya pilkada serentak, paling tidak ada dua hal positif dalam
kontek demokrasi Indonesia, yaitu pertama, kedaulatan rakyat tetap menjadi
instrumen yang mujarab untuk memilih pemimpin di daerah sekaligus juga sebagai
seleksi untuk memilih pemimpin Papua kedepan dan kedua, meminimalisir hiruk
pikuk demokrasi prosedural sekaligus juga dapat menjawab bahwa masyarakat Papua menginginkan pemimpin yang dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat
banyak terutama pemenuhan basic needs. Semoga.
(penulis: Kordinator kederlisasi: korkops ilmu pemerintahan'' STPMD''APMD''Yogyakarta)
0 komentar:
Posting Komentar